Serambi Indonesia : 22/06/2008 09:27 WIB
[ rubrik: Serambi | topik: Entertainment ]
INDONESIA, Aceh, Melayu, dangdut, reggae bahkan lagu keroncong pun harus dikuasai Eva Murida. Itu “wajib”, lantaran komitmennya memilih dunia menyanyi. Baik sebagai menyalur bakat, maupun sebuah usaha mendulang rupiah. “Menyanyi lagu apa saja, rekaman, ya sama saja. Sama-sama asyik kok. Kalau mau jadi penyanyi profesional yang harus gitu kan?” kata Eva yang setiap kali tampil, hampir tak pernah berkomentar pada penontonnya.
Eva bukan saja menyanyi dari festival ke festival dan di dapur rekaman. Tapi dia juga melalang-lang dengan grup keyboard-nya, Sani Entertain. “Itu sudah tugas kita kalau mau jadi penyanyi keyboard, selain kualitas menyanyi kita tentunya. Apalagi lagu Aceh, kalau mungkin kita harus bisa menghafal setiap lagu Aceh. Publik kita kan umumnya orang Aceh,” kata Eva.
Sementara ini kalau tampil dengan grupnya, Eva mengatakan tak mengalami kesulitan. Dia bahkan sebaliknya, lebih harus ekstra serius bila rekaman. Sebab menurut Eva, hasil dari sebuah rekaman akan didengar oleh lebih banyak orang, dari sekadar pendengarnya dalam sebuah acara pesta perkawin misalnya. Boleh jadi orang tak saja mendengar suara dan nyanyiannya saat tampil. Mungkin saja penonton akan pecah perhatiannya karena menonton Eva menyanyi. Gerakannya, kostumnya, atau dialognya dengan penonton.
Tapi untuk rekaman, Eva merasa punya beban lain. Rekaman itu nantinya akan disimak oleh banyak pendengar. Lebih-lebih Eva merasa tak bisa mengecewakan publik yang telah membeli kaset atau CD/VCD-nya. Kecuali itu Eva harus bertanggung jawab kepada produser yang telah membayarnya, mengangkat namanya, dan seterusnya yang bertalian dengan itu. Jadi, sebenarnya Eva tak kalah enjoy ketika di pentas keyboard.
Apa yang didapat Eva dari dunia penyanyi keyboard? Keterkenalan? “Bukan. Biarpun saya berharap akan terus ada produser mengajak saya rekaman album, namun menyanyi untuk keyboard, memang ada rasa lain. Gimana ya? Lebih memasyarakatlah. Saya merasa dekat dengan pendengar saya. Saya bisa melihat mimik muka mereka saat menonton saya menyanyi. Ya paling tidak dengan itu saya bisa evalusi dirilah. Misalnya kekurangan saya apa,” ungkap Eva.
Royalti
Perempuan kuning langsat yang sudah menggondol sekian juara di festiaval dan menyanyi sejak di bangku SMP ini, ternyata belum dapat meraih impiannya sebagai penyanyi yang dihargai layaknya seperti penyanyi ibukota. Sebut saja soal royalti, yang masih belum mulus jalannya di negeri ini. Tak heran kalau Eva terus berharap agar penyanyi di Aceh juga mendapat royalti sebagaimana peraturannya. “Mudah-mudahan ke depan, kita yang penyanyi ini, kalau produk rekamannya sudah beredar di pasaran, bisa juga menikmati royalti dari penjualannya. Jadi tidak hanya dibayar untuk jerih menyanyi kita saja,” harap Eva yang terus men-support para penyanyi Aceh yang kian banyak. Sebagai penyanyi yang sudah duluan berkarir, ia berharap penyanyi Aceh bisa terus meningkatkan kualitasnya. Penyanyi yang baik menurutnya harus bisa menyanyi jenis musik apapun. Apalagi yang berprofesi penyanyi keyboard.
Belakangan Eva memang belum mencetak album barunya lagi. Tapi sosok yang agak introvert ini terus menjalani profesi menyanyi hingga waktu yang menghentikan langkahnya. Satu hal yang terus dihindari Eva. Ia tak menyanyi di hotel. Sejak remaja, orangtuanya sangat menekankan soal ini, termasuk menjaga imej sebagai wanita Aceh. Nah, Eva masih memegang pesan itu hingga kini. “Bukan apa-apa. Tidak semua orang bisa berpikiran jernih, ya kan. Yang penting kita menjaga kemungkinan-kemungkinan buruk, biar selamat dari fitnah, kata Eva berdiplomatis.
Nani.HS
[ rubrik: Serambi | topik: Entertainment ]
INDONESIA, Aceh, Melayu, dangdut, reggae bahkan lagu keroncong pun harus dikuasai Eva Murida. Itu “wajib”, lantaran komitmennya memilih dunia menyanyi. Baik sebagai menyalur bakat, maupun sebuah usaha mendulang rupiah. “Menyanyi lagu apa saja, rekaman, ya sama saja. Sama-sama asyik kok. Kalau mau jadi penyanyi profesional yang harus gitu kan?” kata Eva yang setiap kali tampil, hampir tak pernah berkomentar pada penontonnya.
Eva bukan saja menyanyi dari festival ke festival dan di dapur rekaman. Tapi dia juga melalang-lang dengan grup keyboard-nya, Sani Entertain. “Itu sudah tugas kita kalau mau jadi penyanyi keyboard, selain kualitas menyanyi kita tentunya. Apalagi lagu Aceh, kalau mungkin kita harus bisa menghafal setiap lagu Aceh. Publik kita kan umumnya orang Aceh,” kata Eva.
Sementara ini kalau tampil dengan grupnya, Eva mengatakan tak mengalami kesulitan. Dia bahkan sebaliknya, lebih harus ekstra serius bila rekaman. Sebab menurut Eva, hasil dari sebuah rekaman akan didengar oleh lebih banyak orang, dari sekadar pendengarnya dalam sebuah acara pesta perkawin misalnya. Boleh jadi orang tak saja mendengar suara dan nyanyiannya saat tampil. Mungkin saja penonton akan pecah perhatiannya karena menonton Eva menyanyi. Gerakannya, kostumnya, atau dialognya dengan penonton.
Tapi untuk rekaman, Eva merasa punya beban lain. Rekaman itu nantinya akan disimak oleh banyak pendengar. Lebih-lebih Eva merasa tak bisa mengecewakan publik yang telah membeli kaset atau CD/VCD-nya. Kecuali itu Eva harus bertanggung jawab kepada produser yang telah membayarnya, mengangkat namanya, dan seterusnya yang bertalian dengan itu. Jadi, sebenarnya Eva tak kalah enjoy ketika di pentas keyboard.
Apa yang didapat Eva dari dunia penyanyi keyboard? Keterkenalan? “Bukan. Biarpun saya berharap akan terus ada produser mengajak saya rekaman album, namun menyanyi untuk keyboard, memang ada rasa lain. Gimana ya? Lebih memasyarakatlah. Saya merasa dekat dengan pendengar saya. Saya bisa melihat mimik muka mereka saat menonton saya menyanyi. Ya paling tidak dengan itu saya bisa evalusi dirilah. Misalnya kekurangan saya apa,” ungkap Eva.
Royalti
Perempuan kuning langsat yang sudah menggondol sekian juara di festiaval dan menyanyi sejak di bangku SMP ini, ternyata belum dapat meraih impiannya sebagai penyanyi yang dihargai layaknya seperti penyanyi ibukota. Sebut saja soal royalti, yang masih belum mulus jalannya di negeri ini. Tak heran kalau Eva terus berharap agar penyanyi di Aceh juga mendapat royalti sebagaimana peraturannya. “Mudah-mudahan ke depan, kita yang penyanyi ini, kalau produk rekamannya sudah beredar di pasaran, bisa juga menikmati royalti dari penjualannya. Jadi tidak hanya dibayar untuk jerih menyanyi kita saja,” harap Eva yang terus men-support para penyanyi Aceh yang kian banyak. Sebagai penyanyi yang sudah duluan berkarir, ia berharap penyanyi Aceh bisa terus meningkatkan kualitasnya. Penyanyi yang baik menurutnya harus bisa menyanyi jenis musik apapun. Apalagi yang berprofesi penyanyi keyboard.
Belakangan Eva memang belum mencetak album barunya lagi. Tapi sosok yang agak introvert ini terus menjalani profesi menyanyi hingga waktu yang menghentikan langkahnya. Satu hal yang terus dihindari Eva. Ia tak menyanyi di hotel. Sejak remaja, orangtuanya sangat menekankan soal ini, termasuk menjaga imej sebagai wanita Aceh. Nah, Eva masih memegang pesan itu hingga kini. “Bukan apa-apa. Tidak semua orang bisa berpikiran jernih, ya kan. Yang penting kita menjaga kemungkinan-kemungkinan buruk, biar selamat dari fitnah, kata Eva berdiplomatis.
Nani.HS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar