07/05/07

YUSNIAR, BINTANG BERSINAR DI "EUMPANG BREUEH"

SERAMBI INDONESIA
06/05/2007 01:31 WIB

Sebuah rumah mungil di Desa Meunasah Papeun, Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, mendadak didatangi warga. Mulai muda-mudi, para bocah, bahkan lelaki dewasa pun berdatangan bersama anaknya. Suasana di rumah itu menjadi tak biasa. Sepertinya ada kemalangan di rumah itu, ceteluk seorang gadis yang masih berseragam sekolah. Bukan, bukan kemalangan, tapi ada Yusniar di dalam, jawab gadis lain dengan wajah gembira. Ia sejak 20 menit lalu berada di kerumunan orang dan dengan sabar menanti sang tamu yang dia idolakan muncul ke halaman.

Benar, di ruang tamu ada belasan warga, juga ada Yusniar dan Bang Joni ––personel Preman Gampong–– plus kru grup komedi itu sedang berbincang dengan Serambi. Entah dari mana kabar kedatangan Yusniar, tapi begitu antusiasnya para penikmat lakon Eumpang Breueh itu. Ramai-ramai sengaja datang, hanya ingin mengintip sosok Yusniar yang sebenarnya. Yusniar dalam jarak pandang dekat. Yusniar yang rekaman filmya berulang-ulang mereka tonton di warung kopi.

Terganggu? tanya Serambi.

Ah nggak, gak pa-pa kok, tegas Yusniar, nama peran Nurhasida (20) di Eumpang Breueh, hampir tak terdengar.

Pengakuan yang malu-malu itu agaknya memang jujur, sebab sejak awal senyum kecil dan rona ketulusan terus menggantung di raut Nurhasida. Bungsu tiga bersaudara, anak dari pasangan Husaini Jamil dan Man Fariza ini mengaku, sekarang sudah tak rikuh lagi menghadapi para penggemarnya. Mulanya ia memang merasa canggung dan lucu dikerumuni khalayak, namun pada akhirnya dia harus menerima itu sekaligus menikmatinya. Malah sesekali membuatnya bangga juga.

Tanpa mereka, siapalah saya, bisiknya kepada Serambi sembari tertunduk-tunduk. Persis malu-malunya Yusniar dalam lakon di VCD/DVD. Diakui Nurhasida, itu sebenarnya tak seberapa. Ada yang lebih mengagetkannya bahkan membuat mahasiswi Universitas Malikussaleh (Unimal) ini kurang nyaman pada awalnya. Pasalnya, publik telah menempelkan sosok lain baginya. Dia ditabalkan sebagai Yusniar, sebuah nama yang belakangan nyaris menggantikan nama aslinya. Betapa tidak, siapa dan di mana pun melihatnya, orang memanggilnya Yusniar. Bukan Nurhasida atau Ida, nama kesehariannya.

Apa mau dikata, seiring waktu bergulir Ida sadar bahwa dia bukan saja dikenal sebagai Nurhasida yang penari itu. Nama Yusniar, juga telah membuka jalannya di drama komedi. Sebuah indikasi bahwa dia diterima publik. Itu salah satu risiko. Lalu bagi Ida, nama Yusniar pelan-pelan bagai menyatu dengan dirinya. Ida mulai berkompromi dengan dirinya untuk sudi dipanggil Yusniar. So, sekarang bila berada di suatu tempat, lalu ada yang memanggil Yusniar, Ida langsung tahu bahwa itu ditujukan pada dirinya. Waktu syuting atau di luar syuting kru grupnya pun menggunakan nama itu. Lagi-lagi Ida pun menjadi terbiasa dengan panggilan Yusniar.

Soal nama, Ida dan Yusniar memang beda nyata. Tapi peran Ida sebagai Yusniar, tak jauh dengan karakter Ida yang pemalu dengan pembawaan tenang. Ia tampak Lebih dewasa dari usianya yang baru memasuki kepala dua. Hanya saja, seperti komentar salah sorang penggemarnya ketika wawancara menjelang siang kemarin, Dek Yusniar ternyata lebih rupawan dari gambar-gambarnya di VCD/DVD Eumpang Breueh. Hai, leubeh lagak lagoe Dek Yusniar, begitu komentar sang penggemar. Sampai-sampai wajah Yusniar yang mulus serta-merta merona. Jangan tanya berapa orang yang sempat minta foto bareng dengannya. Sampai-sampai Abang Joni (Abdul Hadi) nyaris terabai.

Tantangan

Ketika Serambi ingin tahu suka-dukanya dalam memproduksi Eumpang Breueh, Ida kembali tersenyum. Tak ada duka, saya senang kok. Begitupun, dia rela saja bila harus berada di udara terbuka dalam suasana hari terik. Berpanas-panas ketika syuting malah membuat Ida menikmatiknya sebagai tantangan kerja yang hendak dia lakoni terus, selain sebagai penari Sanggar Cut Meutia Meuligoe Lhokseumawe. Itu pengalaman menarik, komentarnya terkulum-kulum. Berisik penonton hampir-hampir menenggelamkan suara Ida yang kecil dan bernada rendah.

Agaknya Ida tak main-main dengan karier yang baru digelutinya tahun 2006. Dia mengatakan tak malu bergabung dengan komedian etnis. Begitupun, di saat banyak remaja enggan tampil dalam produk kesenian tradisional, Ida mengaku sebaliknya. Justru kelahiran 11 Desember 1987 berwajah bundar ini ingin terlibat dalam kegiatan- kegiatan memajukan kesenian Aceh. Tentu saja lewat kelompok Preman Gampong yang sudah dekat di hatinya. Pelakon Abang Joni (Apa Kapluk), Haji Umar (baca: Haji Uma), dan lainnya yang tak pernah menaggilnya Ida, juga membuat dirinya bagai berada dalam kitaran keluarga sendiri.

Seperti pengakukan Ida yang tak pernah sekolah akting, suasana itulah yang sangat membantu lakonnya sebagai Yusniar. Lakon Haji Uma yang galak ––pernah membuatnya terkejut waktu kena bentak–– juga cukup membantu. Ya, awalnya kaget-kaget juga saya waktu dimarahi Teungku Haji Uma. Tapi saya tetap berpikir itu cuma akting. Pengalaman yang tak saya dapatkan di bangku kuliah. Ida pun membeberkan bagaimana dia deg-degan saat menjalani adegan terpeleset ke sungai (dalam Eumpang Breueh 3), yang menurut skenario, dia dibantu Abang Joni.

Seumur hidup saya tidak pernah turun ke sungai. Saya pun sama sekali tak bisa berenang. Memang sungainya nggak dalam sih. Tapi lumpurnya itu, aduh… ungkap Ida. Kali ini ia tertawa, hingga tampak kilau giginya nan rapi. Dalam wawancara kemarin ada yang menyeletuk, kenapa bahasa Aceh Ida bukan seperti lafal orang Aceh, padahal Ida asli suku Aceh? Menurut Ida yang belum punya kekasih ini, itu bukan dibuat-buatnya atau lantaran malu berbahasa Aceh. Memang sudah begitu. Apalagi dalam keluarga selain menggunakan bahasa ibu, ia menggunakan bahasa Indonesia. Walau begitu, Ida tak tersinggung ditanya soal itu. Dengan rendah hati dia setengah berjanji, ke depan akan belajar fasih, agar bisa bersanding dengan bahasa Acehnya Bang Joni, Bang Jono, Haji Uma, dan lainnya.

Adakah yang menghadang karier Ida? Yang sudah-sudah, lancar saja. Semua anggota keluarga saya mendukung. Yang jelas, saya akan meningkatkan kemampuan akting saya. Saya selalu berharap bisa diterima masyarakat. Namun, kita tahu, hari-hari Ida kini tak lagi seleluasa hari kemarin, sebagaimana tenam-temannya di kampus, misalnya. Sebab Ida telah menjadi Yusniar. Tak heran kalau saat syuting atau ke mana-mana, mau tak mau, Ida dikawal abang kandungnya, Hakim yang juga berkiprah di kesenian. Sang mama pun acap kali menemaninya saat syuting yang tak pernah menginap di suatu tempat pun itu.

Pun bukan tak ada deru isu yang menerpa Ida. Namun, itu bisa dimakluminya. Sebab, dia dengan sadar telah menyertakan dunia hiburan di jalur karier dan masa depannya. Ida tahu, itu dunia yang tak sedikit aralnya, yang tak kecil persaingan bisnisnya, yang tak mudah dijalani bagi seorang gadis belia. Tapi Ida mengaku menyukai tantangan dalam berkarier, kuliah, dan keseharian.

Nani.HS



Tidak ada komentar: