01/01/09

BERMODAL SATU MESIN JAHIT ANA BANGKIT LAGI

Posted on Januari 1, 2009
Tabloid Seumangat :

Ketika dijumpai Seumangat, tak tampak lagi derita yang menggelayut di wajah korban tsunami 2004 ini. Senyum bahagia dan kesan mandiri tercuat dari keseharian Rhayhanawati (32) sekarang. Kendati kecil-kecilan, kini iasudah punya studio menjahit sendiri. Ana collection, seperti nama panggilannya.

Pascatunami yang merenggut rumah dan harta bendanya, Ana sempatmengungsi ke kampungnya, sekitar sebulan. Kalau bukan karena semangat ingin bangkit yang menggebu, tak mungkin Ana bisa kembali menata hidupnya bersama Iskandar Zen, suaminya, dan Ghifa, buah hatinya yang kini berusia lima tahun.

Begitulah, Ana berjuang lagi dari nol, dengan mengandalkan ketrampilan menjahitnya. Berawal dari sebuah mesin jahit seharga Rp 1 juta, di enam bulan pascatsunami, Ana asal Blangkejeren itu, mulai kembali merintis usahanya. Ana “merangkak” dengan sangat sulit. Tentu saja ia kesulitan dana. Ia pun tak lupa berusaha mencari dana, seperti yang dilakukan banyak orang ketika awal-awal tsunami.

Ia memulainya dengan sejumlah proposal. Kalau saja Ana tak punya daya juang yang kuat, mungkin jauh-jauh hari Ana sudah patah semangat. Hari berbilang bulan, dan barulah satu setengah tahun kemudian, proposal Ana ada yang menyambut. LSM asing, Care, memberinya dana sekaligus kesempatan melatih diri. Ana mendapatkan mesin jahit dan mesin obras. Berkat ketekunan dan kualitas keterampialnnya Ana pun sempat meraih predikat pengusaha binaan Care terbaik. Ana juga termasuk kelompok binaan terbaik, dan stand terbaik dalam sebuah pameran. Hebatnya lagi, bila ada tamu luar dari pihak Care, rumah Ana mendapat kunjungan sebagai contoh penerima bantuan yang sukses dari seluruh korban tsunami yang dibantu Care.

Sekarang Ana sangat bersukur, dia telah dapat “berdiri” lagi. Kini namanya bukan saja dikenal di sekitar Lambaro Skep Banda Aceh saja. Ada yang dari Aceh barat pelanngan Ana. Itu bukan saja berkat bantuan Care dalam bentuk dana dan pelatihan, tapi bantuan promosi, walau dari mulut ke mulut. Pelanggan Ana pun sudah ada dari kalangan atas, misalnya istri orang kedua Nanggroe Aceh Darussalam.

Buah dari perjuangannya memang Ana kini banyak pelanggannya. Namun persoalan baru adalah soal tenaga kerja. Menurut Ana, rata-rata karyawannya adalah para gadis dan konsekuensinya banyak yang datang dan pergi. Biasanya yang menikah, tak lagi bekerja pada Ana.

Ketika karyawan Ana ada empat orang, banyak kerja yang bisa mereka selesaikan. Misalnya bisa membuat sejumlah pakaian untuk dipamerkan di studionya yang berukuran 4 x 4 meter di rumah kontrakannya. Lantaran kekurangan karyawan, Ana hanya sanggup menerima pakaian pesanan jahitan saja. Tak sempat lagi menjahit pakaian penambah koleksi di studio.

Meski begitu, Ana mengaku rezekinya sekarang meningkat dua kali lipat dibanding sebelum tsunami.

Ana tak kecil hati, dikekurangan tenaga kerja, dia bertekad usaha harus tetap jalan, bahkan Ana punya niat untuk memiliki rumah toko, agar usahanya bisa berkembang.

nonlis dcp



Tidak ada komentar: