Serambi Indonesia/Mon, Mar 14th 2011, 10:21
Utama
Istri Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Ny Darwati A Gani, Minggu kemarin mengunjungi korban banjir Bandang di Tangse, Pidie. FOTO/IST
“KITA jangan lama-lama di sini. Saya mau segera ke lokasi musibah,” kata istri Gubernur Aceh, Hj Darwati A Gani, kepada Sekda Pidie, M Iriawan, di Desa Pulo Baro, Tangse, Minggu (13/3).
Seusai Zuhur kemarin, rombongan bergerak naik mobil dari Kantor Camat Tangse menuju Desa Peunalom Sa di Kecamatan Tangse, Pidie. Desa ini cuma berjarak satu kilometer dari Kantor Camat Tangse. Suasana duka langsung menyergap di Desa Peunalom Sa. Darwati bertemu seorang ibu, warga Peunalom Sa, yang matanya sembab. Ia sudah tiga hari menangis, karena anaknya hilang direnggut banjir bandang. Bocah yang masih TK itu, terlepas dari tangan sang ibu pada malam kejadian dan hingga kemarin sore belum ditemukan.
Kemudian, Darwati dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Desa Pucok Dua, desa paling atas posisinya sekaligus paling terisolir pascabanjir bandang Tangse yang baru pukul 11.00 WIB kemarin mulai bisa ditapaki.
Tapi untuk sampai ke Desa Pucok Dua, jangan sangka rombongan berjalan di badan jalan yang mulus. Terdapat berton-ton bengkalai kayu yang terbawa banjir bandang saat menerjang Tangse, Kamis (11/3) malam. Semua orang yang hendak ke Desa Pucok ini harus tertatih berjalan di atas bongkahan-bongkahan kayu. Di antaranya ada kayu yang garis tengahnya mencapai 30 cm, sedangkan panjangnya rata-rata dua meter. Terlihat tiga unit beko di lintasan ini yang sedang membersihkan bengkalai banjir bandang.
Tak ayal lagi, tidak sedikit pula bengkalai rumah yang papannya masih berpaku. Ironisnya, banyak orang berlalu lalang di atasnya tanpa alas kaki. Di beberapa tempat, mereka bahkan harus melewati lumpur yang tingginya setumit. Atau jalan yang ketika dipijak terasa seperti dilapisi busa.
Setelah berjalan kaki hampir empat kilometer, barulah rombongan Darwati yang terdiri atas unsur Dharma Wanita, Ikatan Pegawai Bank Indonesia, Ikatan Wanita Perbankan Kota Banda Aceh, TP PKK Aceh, Badan Pemberdayaan Keluarga dan Anak, Yayasan Sambinoe, dan jajaran Dinkes Aceh, sampai di Desa Pucok Dua, desa yang sementara ini hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki. Tentu saja rombongan tak bisa sampai ke desa terisolir lainnya. Peunalom Dua sekitar dua kilometer lagi, yang praktis tak bisa dilalui karena jembatannya putus.
Apa kesan Darwati dalam kunjungan sosial untuk meninjau korban dan menyerahkan bantuan kali ini? “Prihatin. Saya kasihan sekali dengan anak-anak dan perempuan. Anak-anak yang hampir ujian, ke mana mereka harus belajar? Para perempuan dengan pakaian tinggal di badan, sungguh memprihatinkan.”
Itu sebab, menurut Darwati, bantuan pihaknya, baik secara pribadi maupun sumbangan semua anggota rombongan, walaupun turut menyumbang pangan, tapi lebih fokus pada kebutuhan perempuan dan anak. Seperti pakaian dalam, daster, handuk, mukena, dan kain sarung. “Saya berharap kepada Pak Camat, agar segera menyalurkan kebutuhan mendasar tersebut,” ujarnya.
Kedatangan Darwati disambut haru oleh warga Desa Pucok Dua. Praktis dialah orang penting dari Provinsi Aceh yang pertama datang ke situ. Ketika suaminya, Irwandi Yusuf berkunjung ke Tangse hari Jumat (11/3) dan Wagub Muhammad Nazar berkunjung pada hari Sabtu, kedua pejabat itu tak sampai ke Pucok Dua. Istri Bupati Pidie pun belum sampai ke sana sebelum Darwati datang.
Di desa ini seorang perempuan tua menghampiri Darwati. Ia menangis sembari mengadu bahwa putranya yang berumur 21 tahun belum juga ditemukan hingga hari ketiga bencana.
Menurut perkiraan Darwati, kondisi darurat tersebut bisa saja tidak segera pulih, mengingat kurang lancarnya akses jalan menuju Desa Pucok. Oleh sebab itu, ia mengimbau semua pihak agar secepatnya bisa bahu-membahu membantu meringankan derita para korban banjir Tangse. Dia tak khawatir soal pangan, tapi kebutuhan dasar anak dan perempuan perlu dimaksimalkan penyalurannya.
Secepatnya
Pembenahan jalan dan jembatan menuju desa-desa terisolir pascabanjir bandang, menurut Pasiter Kodim Pidie 0102, Wakid, yang mengkoordinir alat berat, pembersihan jalur, dan prasarana jalan sesungguhnya ingin diupayakan secepat mungkin, di bawah lima hari. Namun, pihaknya masih terkendala peralatan dan faktor cuaca.
Hingga kemarin petang, para personel TNI sedang menggreder sejumlah kayu gelondongan besar yang berhamparan di balan jalan desa. Sebagian prajurit turut membersihkan rumah-rumah penduduk yang digenangi lumpur dan pasir akibat banjir bandang. “Kalau pekerjaan ini tak selesai cepat, sasaran membangun tiga jembatan yang putus, ikut terhambat. Ini sangat memprihatinkan. Padahal, jalan ini penting sekali bagi warga,” kata Wakid.
Hingga menjelang waktu shalat Asar kemarin, walau tak mudah dilalui dengan jalan kaki, namun wilayah bencana masih dipadati berbagai kalangan yang membawa bantuan. Warga dari berbagai tempat di Pidie masih berlalu lalang ke desa korban bencana. Sebagian memang mencari kabar tentang sanak saudara mereka. Selebihnya hanya datang untuk menyaksikan pembersihan puing dan bengkalai banjir.
“Kalau saya memang ingin melihat keluarga di sini. Itu rumah mereka. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mereka bertahan malam itu saat terjebak di rumah panggungnya itu,” kata Irfan, seorang warga Beureunuen, sembari menunjuk rumah iparnya yang rusak parah.
(nani hs)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Utama
Istri Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Ny Darwati A Gani, Minggu kemarin mengunjungi korban banjir Bandang di Tangse, Pidie. FOTO/IST
“KITA jangan lama-lama di sini. Saya mau segera ke lokasi musibah,” kata istri Gubernur Aceh, Hj Darwati A Gani, kepada Sekda Pidie, M Iriawan, di Desa Pulo Baro, Tangse, Minggu (13/3).
Seusai Zuhur kemarin, rombongan bergerak naik mobil dari Kantor Camat Tangse menuju Desa Peunalom Sa di Kecamatan Tangse, Pidie. Desa ini cuma berjarak satu kilometer dari Kantor Camat Tangse. Suasana duka langsung menyergap di Desa Peunalom Sa. Darwati bertemu seorang ibu, warga Peunalom Sa, yang matanya sembab. Ia sudah tiga hari menangis, karena anaknya hilang direnggut banjir bandang. Bocah yang masih TK itu, terlepas dari tangan sang ibu pada malam kejadian dan hingga kemarin sore belum ditemukan.
Kemudian, Darwati dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Desa Pucok Dua, desa paling atas posisinya sekaligus paling terisolir pascabanjir bandang Tangse yang baru pukul 11.00 WIB kemarin mulai bisa ditapaki.
Tapi untuk sampai ke Desa Pucok Dua, jangan sangka rombongan berjalan di badan jalan yang mulus. Terdapat berton-ton bengkalai kayu yang terbawa banjir bandang saat menerjang Tangse, Kamis (11/3) malam. Semua orang yang hendak ke Desa Pucok ini harus tertatih berjalan di atas bongkahan-bongkahan kayu. Di antaranya ada kayu yang garis tengahnya mencapai 30 cm, sedangkan panjangnya rata-rata dua meter. Terlihat tiga unit beko di lintasan ini yang sedang membersihkan bengkalai banjir bandang.
Tak ayal lagi, tidak sedikit pula bengkalai rumah yang papannya masih berpaku. Ironisnya, banyak orang berlalu lalang di atasnya tanpa alas kaki. Di beberapa tempat, mereka bahkan harus melewati lumpur yang tingginya setumit. Atau jalan yang ketika dipijak terasa seperti dilapisi busa.
Setelah berjalan kaki hampir empat kilometer, barulah rombongan Darwati yang terdiri atas unsur Dharma Wanita, Ikatan Pegawai Bank Indonesia, Ikatan Wanita Perbankan Kota Banda Aceh, TP PKK Aceh, Badan Pemberdayaan Keluarga dan Anak, Yayasan Sambinoe, dan jajaran Dinkes Aceh, sampai di Desa Pucok Dua, desa yang sementara ini hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki. Tentu saja rombongan tak bisa sampai ke desa terisolir lainnya. Peunalom Dua sekitar dua kilometer lagi, yang praktis tak bisa dilalui karena jembatannya putus.
Apa kesan Darwati dalam kunjungan sosial untuk meninjau korban dan menyerahkan bantuan kali ini? “Prihatin. Saya kasihan sekali dengan anak-anak dan perempuan. Anak-anak yang hampir ujian, ke mana mereka harus belajar? Para perempuan dengan pakaian tinggal di badan, sungguh memprihatinkan.”
Itu sebab, menurut Darwati, bantuan pihaknya, baik secara pribadi maupun sumbangan semua anggota rombongan, walaupun turut menyumbang pangan, tapi lebih fokus pada kebutuhan perempuan dan anak. Seperti pakaian dalam, daster, handuk, mukena, dan kain sarung. “Saya berharap kepada Pak Camat, agar segera menyalurkan kebutuhan mendasar tersebut,” ujarnya.
Kedatangan Darwati disambut haru oleh warga Desa Pucok Dua. Praktis dialah orang penting dari Provinsi Aceh yang pertama datang ke situ. Ketika suaminya, Irwandi Yusuf berkunjung ke Tangse hari Jumat (11/3) dan Wagub Muhammad Nazar berkunjung pada hari Sabtu, kedua pejabat itu tak sampai ke Pucok Dua. Istri Bupati Pidie pun belum sampai ke sana sebelum Darwati datang.
Di desa ini seorang perempuan tua menghampiri Darwati. Ia menangis sembari mengadu bahwa putranya yang berumur 21 tahun belum juga ditemukan hingga hari ketiga bencana.
Menurut perkiraan Darwati, kondisi darurat tersebut bisa saja tidak segera pulih, mengingat kurang lancarnya akses jalan menuju Desa Pucok. Oleh sebab itu, ia mengimbau semua pihak agar secepatnya bisa bahu-membahu membantu meringankan derita para korban banjir Tangse. Dia tak khawatir soal pangan, tapi kebutuhan dasar anak dan perempuan perlu dimaksimalkan penyalurannya.
Secepatnya
Pembenahan jalan dan jembatan menuju desa-desa terisolir pascabanjir bandang, menurut Pasiter Kodim Pidie 0102, Wakid, yang mengkoordinir alat berat, pembersihan jalur, dan prasarana jalan sesungguhnya ingin diupayakan secepat mungkin, di bawah lima hari. Namun, pihaknya masih terkendala peralatan dan faktor cuaca.
Hingga kemarin petang, para personel TNI sedang menggreder sejumlah kayu gelondongan besar yang berhamparan di balan jalan desa. Sebagian prajurit turut membersihkan rumah-rumah penduduk yang digenangi lumpur dan pasir akibat banjir bandang. “Kalau pekerjaan ini tak selesai cepat, sasaran membangun tiga jembatan yang putus, ikut terhambat. Ini sangat memprihatinkan. Padahal, jalan ini penting sekali bagi warga,” kata Wakid.
Hingga menjelang waktu shalat Asar kemarin, walau tak mudah dilalui dengan jalan kaki, namun wilayah bencana masih dipadati berbagai kalangan yang membawa bantuan. Warga dari berbagai tempat di Pidie masih berlalu lalang ke desa korban bencana. Sebagian memang mencari kabar tentang sanak saudara mereka. Selebihnya hanya datang untuk menyaksikan pembersihan puing dan bengkalai banjir.
“Kalau saya memang ingin melihat keluarga di sini. Itu rumah mereka. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mereka bertahan malam itu saat terjebak di rumah panggungnya itu,” kata Irfan, seorang warga Beureunuen, sembari menunjuk rumah iparnya yang rusak parah.
(nani hs)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar