Tabloid Seumangat / Ed, 47 / 15 April 2009
“Saya tidak kuliah lagi, tidak ada biaya.” ”Jadi kalau tidak ada biaya tidak kuliah?” ”Iya Pak.” ”Kamu bisa mencuci?” ”Bisa Pak.” ”Nah saya kasih kamu mesin cuci, tapi kamu harus membayarnya nanti.”
Itulah dialog antara Zaimardi dengan seseorang, kira-kira tiga tahun lalu. Mahasiswa itu akhirnya bisa kuliah dari jerih payahnya sendiri, dengan omset usaha mencuci tak kurang dari Rp 3 juta/bulan.
Zaimardi, membeberkan pengalamannya itu kepada Seumangat, bukan bertujuan ria. Ia ingin mengatakan bahwa bisnis itu tak selalu dengan uang. Modal utama bisnis adalah akal pikiran. Dari seberang Sumatra pulang ke Aceh, pengusaha ini punya satu tekad, bahwa generasi muda Aceh jangan patah semangat. ”Bangkitlah, berusahalah. Setelah akal pikiran, kita harus punya modal lain. Keberanian, keyakinan, dan ketekunan (3K). Beranilah untuk berubah. Berani mimpi. Berani gagal. Sebab segunung ide, ditambah segunung uang pun, rasanya tak berarti, tanpa keberanian. Lalu bisnis itu bagaimana sih memulainya. Kalau saya gagal, bagaimana seharusnya saya? Yang terpenting, dalam bisnis istiqamah itu penting. Kegagalan harus dilawan dengan keberanian. Kenapa kita selalu berpikir harus jadi pegawai negeri? Bisnis jasa saja sungguh melimpah ruah di Aceh. Saya punya 20 usaha sampingan. Bagaimana caranya, tanyalah saya. Saya akan beritahukan kiatnya. Kalau berminat kenapa tidak?.” urai Zaimardi yang sudah melatih sedikitnya 23 putra Aceh (seluruh Aceh) bidang jasa cargo.
Sosok yang pernah menjadi Menejer Analisis Data Kedeputian Agama dan Sosial Budaya (2006) Pendidikan BRR NAD-Nias, dan tak lama kemudian menjadi Kabid Prasarana Pendidikan BRR NAD-Nias ini, sebenarnya sudah punya MKX, usaha cargo sendiri yang sudah mapan. Atau Nusantara Card Semesta untuk jasa laut export-import. Namun untuk Aceh, kendati harus melalui persaingan yang berat, dia mendirikan lagi Marditama Kanacan. Semata-mata mencari kepuasan batin untuk menularkan ilmu usahanya kepada yang memerlukan.
Dari pengakuannya, di bisnis cargo dia tak mutlah mencari rupiah lagi sekarang. ”Bukan uang lagi. Tidak masalah kami harus bersaing ketat. Obsesi saya yang utama adalah mendidik putra Aceh, bidang jasa dan kurir. Ke depan lewat pelabuhan saja, Aceh cukup menggiurkan, ” kata ayah dua anak ini, sembari mengaku siap menjadi konsultan cuma-cuma bagi siapapun putra Aceh yang berhasrat menjadi pebisnis. Selama ini ia mencetak tenaga terampil lewat PT Mardidata and Research. Zaimardi ingin menggugah para pemula untuk mengenal fenomena sekitar, sampai kesolving problem, sejak bagaimana metodenya, melakukannya, persiapan, dan langkah awal bagi suatu usaha. “Sayangnya ada fenomena di Aceh, bahwa model kursus-kursus gratis orang tidak tertarik. Mungkin dikira tak berkualitas ya,” ungkap mantan dosen Kopertis, yang memiliki 22 titik jasa cargo, dan bergerak pula di bidang recearch dan konsultan itu.
Menurut dosen Sosial Politik UNAS ini, generasi muda sekarang perlu sekali diberikan gambaran bekal, pola/cara berpikir. Penyampaian kepada mereka harus dalam mine mapping. Itu sudah dilakukan Zaimardi terhadap 20 orang yang mau bekerja (bidang cargo), dan mereka sudah terbilang mandiri sekarang. Awalnya memang tidak mudah membentuk pola pikir tersebut sesuai dengan format bisnis. Sebab rata-rata orang berpikir, yang namanya bisnis itu tetap pakai uang, tidak bisa tidak. Sebaliknya, Menurut Zaimardi, justru tantangan yang paling besar malah pada penggemblengan manusianya.
Begitulah, Marditama Kanacan yang sekarang, memang boleh dikatakan stabil, namun sekitar enam bulan dari pendiriannya tahun 2006, sempat morat marit juga. Sementara begitu banyak pesaing yang siap menghadang. ”Ya kiatnya, kita harus berprinsip kita maju karena kepercayaan dan menjaga ketepatan waktu. Kira-kira kalimatnya begini; ’Kami maju karena Anda Percaya’,” papar Zaimardi.
Banyak sekali ide konstruktif dan preventif di kepala lelaki separuh baya ini. Sebut saja bagaimana memulai bisnis tanpa uang tunai, beberapa hal yang harus dipertimbangkan bila berbisnis, langkah utama untuk jadi pengusaha, langkah apa yang kita ambil jika gagal. ”Bisnis itu mudah. Sekali lagi 3 K. Lalu punyailah keyakinan sukses dengan memiliki mimpi sukses yang jelas,” imbau pimpinan perusahaan yang beromzet tak tentu ini (bisa Rp 50 J dalam 10 hari atau hanya Rp 30 J dalam 30 hari, atau malah Rp 100 J dalam seminggu). Sungguh angka ”tak tentu” yang bikin bergidik kawula pengangguran.
(nonlis dcp)
“Saya tidak kuliah lagi, tidak ada biaya.” ”Jadi kalau tidak ada biaya tidak kuliah?” ”Iya Pak.” ”Kamu bisa mencuci?” ”Bisa Pak.” ”Nah saya kasih kamu mesin cuci, tapi kamu harus membayarnya nanti.”
Itulah dialog antara Zaimardi dengan seseorang, kira-kira tiga tahun lalu. Mahasiswa itu akhirnya bisa kuliah dari jerih payahnya sendiri, dengan omset usaha mencuci tak kurang dari Rp 3 juta/bulan.
Zaimardi, membeberkan pengalamannya itu kepada Seumangat, bukan bertujuan ria. Ia ingin mengatakan bahwa bisnis itu tak selalu dengan uang. Modal utama bisnis adalah akal pikiran. Dari seberang Sumatra pulang ke Aceh, pengusaha ini punya satu tekad, bahwa generasi muda Aceh jangan patah semangat. ”Bangkitlah, berusahalah. Setelah akal pikiran, kita harus punya modal lain. Keberanian, keyakinan, dan ketekunan (3K). Beranilah untuk berubah. Berani mimpi. Berani gagal. Sebab segunung ide, ditambah segunung uang pun, rasanya tak berarti, tanpa keberanian. Lalu bisnis itu bagaimana sih memulainya. Kalau saya gagal, bagaimana seharusnya saya? Yang terpenting, dalam bisnis istiqamah itu penting. Kegagalan harus dilawan dengan keberanian. Kenapa kita selalu berpikir harus jadi pegawai negeri? Bisnis jasa saja sungguh melimpah ruah di Aceh. Saya punya 20 usaha sampingan. Bagaimana caranya, tanyalah saya. Saya akan beritahukan kiatnya. Kalau berminat kenapa tidak?.” urai Zaimardi yang sudah melatih sedikitnya 23 putra Aceh (seluruh Aceh) bidang jasa cargo.
Sosok yang pernah menjadi Menejer Analisis Data Kedeputian Agama dan Sosial Budaya (2006) Pendidikan BRR NAD-Nias, dan tak lama kemudian menjadi Kabid Prasarana Pendidikan BRR NAD-Nias ini, sebenarnya sudah punya MKX, usaha cargo sendiri yang sudah mapan. Atau Nusantara Card Semesta untuk jasa laut export-import. Namun untuk Aceh, kendati harus melalui persaingan yang berat, dia mendirikan lagi Marditama Kanacan. Semata-mata mencari kepuasan batin untuk menularkan ilmu usahanya kepada yang memerlukan.
Dari pengakuannya, di bisnis cargo dia tak mutlah mencari rupiah lagi sekarang. ”Bukan uang lagi. Tidak masalah kami harus bersaing ketat. Obsesi saya yang utama adalah mendidik putra Aceh, bidang jasa dan kurir. Ke depan lewat pelabuhan saja, Aceh cukup menggiurkan, ” kata ayah dua anak ini, sembari mengaku siap menjadi konsultan cuma-cuma bagi siapapun putra Aceh yang berhasrat menjadi pebisnis. Selama ini ia mencetak tenaga terampil lewat PT Mardidata and Research. Zaimardi ingin menggugah para pemula untuk mengenal fenomena sekitar, sampai kesolving problem, sejak bagaimana metodenya, melakukannya, persiapan, dan langkah awal bagi suatu usaha. “Sayangnya ada fenomena di Aceh, bahwa model kursus-kursus gratis orang tidak tertarik. Mungkin dikira tak berkualitas ya,” ungkap mantan dosen Kopertis, yang memiliki 22 titik jasa cargo, dan bergerak pula di bidang recearch dan konsultan itu.
Menurut dosen Sosial Politik UNAS ini, generasi muda sekarang perlu sekali diberikan gambaran bekal, pola/cara berpikir. Penyampaian kepada mereka harus dalam mine mapping. Itu sudah dilakukan Zaimardi terhadap 20 orang yang mau bekerja (bidang cargo), dan mereka sudah terbilang mandiri sekarang. Awalnya memang tidak mudah membentuk pola pikir tersebut sesuai dengan format bisnis. Sebab rata-rata orang berpikir, yang namanya bisnis itu tetap pakai uang, tidak bisa tidak. Sebaliknya, Menurut Zaimardi, justru tantangan yang paling besar malah pada penggemblengan manusianya.
Begitulah, Marditama Kanacan yang sekarang, memang boleh dikatakan stabil, namun sekitar enam bulan dari pendiriannya tahun 2006, sempat morat marit juga. Sementara begitu banyak pesaing yang siap menghadang. ”Ya kiatnya, kita harus berprinsip kita maju karena kepercayaan dan menjaga ketepatan waktu. Kira-kira kalimatnya begini; ’Kami maju karena Anda Percaya’,” papar Zaimardi.
Banyak sekali ide konstruktif dan preventif di kepala lelaki separuh baya ini. Sebut saja bagaimana memulai bisnis tanpa uang tunai, beberapa hal yang harus dipertimbangkan bila berbisnis, langkah utama untuk jadi pengusaha, langkah apa yang kita ambil jika gagal. ”Bisnis itu mudah. Sekali lagi 3 K. Lalu punyailah keyakinan sukses dengan memiliki mimpi sukses yang jelas,” imbau pimpinan perusahaan yang beromzet tak tentu ini (bisa Rp 50 J dalam 10 hari atau hanya Rp 30 J dalam 30 hari, atau malah Rp 100 J dalam seminggu). Sungguh angka ”tak tentu” yang bikin bergidik kawula pengangguran.
(nonlis dcp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar