02/08/10

IBNU SAKDAN, SI LAHAP BENU BULOE

Serambi Indonesia / Sun, Aug 1st 2010, 11:15

“HAH makan ulat?” keluh Benu dalam hati. Tiba-tiba ada rasa yang bergolak dalam perutnya. Tapi, apa boleh buat, demi tugas, ulat goreng sebesar jari jempol tangan orang dewasa itu pun, dimakannya. Blesss....ulat pohon sagu bernama Kidu, pecah dalam mulut. Lalu, dengan tampang dan bahasa kocaknya, Benu berkomentar kepada peminat acara Benu Buloe, soal cita rasa makanan kegemaran orang daerah Brastagi, Sumatra Utara, yang baru saja ditelannya itu.

Bagaimana perasaan Benu? Tidak semudah yang tampak dalam tayangan televisi. Walaupun ia berusaha menganggap si ulat adalah makanan lezat yang laris manis, toh hanya berbilang detik, semuanya bagai disemprot, muncrat ke luar, dan menggidikkan bulu roma lajang sawo matang ini. “Padahal rasanya lemak, ya kayak jagung bakar gitu. Rasanya wajar-wajar saja, tidak menjijikkan. Tapi ya namanya itu bukan makanan biasa, saya gak tahan juga. Saya muntah-muntah..ha ha ha,” kenang Benu, saat bercerita kepada Serambi di sebuah cafe di Simpang Tujuh, Ulee Kareng, Banda Aceh, Rabu lalu.

Itulah pengalaman tak sedap dari lekaki kelahiran 6 Mei dan bernama asli, Ibnu Sakdan ini, selama menjadi presenter acara kuliner Benu Buloe, tayangan salah satu siaran televisi swasta Tanah Air, setiap Sabtu, pukul 10.30 WIB. Dia mengaku tantangan karirnya sebagai kamerawan di stasiun televisi yang sama, tak lebih berdinamika, dibanding ketika menjadi presenter Benu Buloe, yang telah memberinya materi sampingan, hingga bisa menghadiahkan sesuatu yang berharga dari hajat hidup.

Kalau Bondan Winarno, Farah Quin, Rudy Khoiruddin, Bara, dan lainnya tampil dengan warna santai tapi serius di tayangan-tayangan kuliner di Indonesia, Benu vigur muda Sarjana Ekonomi dari Aceh, justru harus menjual citra lahap nyaris rakus berbalut komedinya. Dia harus bisa berimprovisasi melalui monolog, prolog, dan bahasa tubuhnya yang kocak. Tak heran kalau dia juga tampil dengan kostum-kostum unik, bahkan konyol. “Kita memang harus kreatif. Saya sengaja memunculkan ide itu (sekarang Benu hanya fokus pada presenting saja, red), supaya beda dengan tayangan kuliner lain. Lagi pula, target kita kan anak-anak dan ibu rumah tangga.”

Kendati begitu, Benu bukan semata bermodal tampil dengan selera komedi dan mimik lahap, dan percaya diri yang kuat. Di belakang layar Benu harus mempersiapkan materi tayangan bersama timnya, termasuk berdiskusi cita rasa jenis makanan yang akan ditayangkan. Dua hari sebelum syuting, tim lapangan harus adakan survey. Mana makanan dan tempat yang pantas ditayang. Benu sendiri meriset tentang makanan yang dipilih, melalui buku atau internet. “Jadi saya tak asal bilang enak lho untuk makanan yang kami pilih. Rasanya memang benar-benar enak menurut saya, tim, dan masyarakat setempat. Kalau tidak, mana mungkin kita rekomendasikan kepada pemirsa, ya kan?”

Sejak tayangan perdana 9 Mei 2006, makin banyak masukan bagi peforma Benu di Benu Buloe. Bahwa untuk bersaing dalam reting, satu tayangan bukan saja berdaya tarik, tapi harus lain dari yang lain, unik, kreatif. Kalau Anda sempat menonton tayangan Benu Buloe edisi Sabtu kemarin, mungkin Anda akan merespons Benu dengan tertawa dan merasakan kriteria tadi.

Kemarin dia di-setting menjadi karyawan restoran yang suka bikin sebal majikannya, karena banyak santainya daripada kerjanya. Tapi ketika dia menyantap Bebek Peking atau Ayam Shezuan, agaknya Benu bisa mencapai target tayangan. Menjual selera makan sekaligus menebar aroma komedi.

Manakala Benu Buloe kemarin sedang tayang, ternyata Benu sedang syuting untuk tayangan Hari Raya Id mendatang. Satu dua bulan ke depan kemungkinan besar Benu akan keliling Eropa, setelah sebelumnya ke Jepang, Singapura, dan Yordania. Sang lelaki asal Blang Bintang, Aceh Besar, juga punya rencana baru, ikhwal karirnya di seni presenting kuliner. Mantan kontributor Radio Tri Jaya FM ini, akan merekam jejak-jejak Benu Buloe ke dalam buku. Tentang seni kulinernya, keindahan daerahnya, bahkan trik-trik memasak. Sekarang entah di posisi mana reting tayangan Benu Buloe. Yang jelas waktu casting pertama yang langsung dijadikan produk siaran itu, reting Benu Buloe mencapai 15 persen, yang untuk skala ibu kota sudah dianggap mencapai target dan disukai pemirsa.

“Yah mulanya saya ini tak pe de juga waktu disuruh ikut casting untuk kuliner. Saya kan tak ganteng, tambun, item lagi. Tapi itulah rupanya yang diperlukan produser saya. Ya alhamdulillah, ini jalan saya juga kan,” ungkap Benu yang belum bisa menyukai makanan Tempoyak alias masakan ikan Patin yang dimasak bersama durian fermentasi itu. “Gak tahan asem, perut saya,” ungkap Benu yang akhirnya sudah bisa masak sejumlah makanan.
(nani hs)



Tidak ada komentar: