Tabloid Seumangat :
Gaung Yayasan Sambinoe memang sudah mulai terasa di Nanggroe Aceh Darussalam ini. Publik tahu secara umum Sambinoe sering membantu rakyat kecil yang tak sanggup mengobati penyakit fatalnya. Seperti bayi hydrocephalus dari orang tua tak mampu yang hasus ditangani. Atau bayi tanpa anus yang harus dioperasi berkali-kali, kasus tumor ganas, gizi buruk. Dihitung-hitung ada 30-an kasus sudah dibantu. Jangan henran, lantaran gaung itu malah ada perempuan datang ke rumah pribadi Ketua Sambinoe untuk mengeluhkan kesehariannya. Sambinoe yang bermakna perempuan utama itu pun, mencoba mengatasi keluhan demi keluhan semampunya.
Tapi tentu tak banyak yang tahu, kalau sebenarnya Sambinoe lebih banyak mengandalkankocek sendiri, bahkan uang pribadi sang ketuanya, Darwati A Gani, ditambah sejumlah gaji suaminya, Irwandi Yusuf. Memang ada donatur yang membantu, tapi tidak tetap sifatnya. “Ya kualahan juga. Banyak masyarakat yang minta bantuan kami. Tapi ya itu tadi, keuangan kami terbatas,” ungkap Sekretaris Yayasan Sambinoe, Cut Fatma Dahlia. Tak heran, kalau Sambinoe terus berusaha menggalang dananya, dengan pemikiran bahwa tak selamanya Sambinoe terus bergantung dari bantuan-bantuan. Harus ada usaha sendiri. Sambinoe pun membuka gallery kebutuahan sandang seperti gaun, tas, dan sepatu, di kantornya di bilangan Jalan T . Iskandar, Lambhuk, Banda Aceh, kendati dananya berasal dari kantung sang ketua.
Kiprah Sambinoe di bidang kesehatan ke desa-desa terpencil, belakangan relatif mudah, dengan hadirnya bantuan Fogo (perusahaan dari Korea), berupa satu unit ambulance yang berfungsi sebagai klinik, yang berfasilitas ruang operasi kecil plus ber-AC, tandu, dan obat-obatan.
Sambinoe yang anggota-anggotanya terdiri dari kumpulan aktivis dari berbagai organisasi, sejak berdiri tahun 2007 hingga kini lebih, memfokuskan diri untuk kemaslahatan ibu dan anak, terutama bidang kesehatan.
Pada awalnya bergerak di bidang sosial masyarakat, namun dalam perjalanannya turut berkiprah juga di bidang kesehatan, budaya, dan ekonomi.
Jangka panjang
Walau masih banyak tugas jangka pendek yang kurang lancer lantaran kendala dana, tapi Sambinoe tetap punya rencana jangka panjang yang menyangkut kegiatan ekonomi di Desa Maheng Kecamatan Cot Gli Aceh Besar.
Kalau Desa Maheng berhasil dibangun sesuai rencana, maka desa terpencil ini akan mengikuti jejak pembangunan kawasan Doitung di Thailand sana. Kendati organisasi Sambinoe ini tidak bekerja sendiri, tetapi kemajuan Desa Maheng juga menjadi impian Sambinoe. Sekali lagi, kalau berhasil, ini adalah kerja yang prestisius.
Berawal ketika dalam sebuah kesempatan, Darwati A Gani, mengunjungi Mae Fah Lung, sebuah yayasan Ibu Suri Thailand. Darwati sempat mengitari Doitung yang dulunya dikenal sebagai kawasan perkebunan opium, tapi kini menjadi kawasan produktif kopi.
Begitulah, sepuluh hari setelah pertemuan dengan kalangan Mae Fah Lung, mereka datang ke Aceh dan melihat langsung Maheng yang pinggiran dan miskin itu. Pucuk dicinta ulam tiba, melihat Maheng yang potensial, bersumber daya alam yang baik, tawaran kerjasama pun datang dari Mae Fah Lung.
Sejak saat itu Desa Maheng menjadi salah satu program jangka panjang Sambinoe, yang dikoordinatori orang Sambinoe sendiri, Suhaili dan Irfan bergerak di pertanian, peikanan, irigasi dan peternakan. Lewat sokongan dana dari Mae Fah Lung, Maheng rencananya bulan depan akan di-lounching sebagai desa proyek percontohan.
Hingga saat ini sudah ada sebuah waduk di Maheng, yang sudah ditabur bibit ikan. Ada lahan yang sudah ditanami kedelai, 200 ekor kambing mulai didistribusikan untuk dikembangbiakkan. Yang jelas Maheng ditargetkan untuk menjadi pusat enterprenuershipyang berfokus pada wisata ekonomi. Apalagi Maheng punya daya tarik keindahan alamnya. Suatu saat Maheng yang tak tersentuh pembangunan itu, akan memiliki imej baru, bukan sebagai penghasil ganja lagi. Yang pertama lega tentu Sambinoe dan Mae Fah Lung, dan selebihnya kita.
(nonlis dcp)
Gaung Yayasan Sambinoe memang sudah mulai terasa di Nanggroe Aceh Darussalam ini. Publik tahu secara umum Sambinoe sering membantu rakyat kecil yang tak sanggup mengobati penyakit fatalnya. Seperti bayi hydrocephalus dari orang tua tak mampu yang hasus ditangani. Atau bayi tanpa anus yang harus dioperasi berkali-kali, kasus tumor ganas, gizi buruk. Dihitung-hitung ada 30-an kasus sudah dibantu. Jangan henran, lantaran gaung itu malah ada perempuan datang ke rumah pribadi Ketua Sambinoe untuk mengeluhkan kesehariannya. Sambinoe yang bermakna perempuan utama itu pun, mencoba mengatasi keluhan demi keluhan semampunya.
Tapi tentu tak banyak yang tahu, kalau sebenarnya Sambinoe lebih banyak mengandalkankocek sendiri, bahkan uang pribadi sang ketuanya, Darwati A Gani, ditambah sejumlah gaji suaminya, Irwandi Yusuf. Memang ada donatur yang membantu, tapi tidak tetap sifatnya. “Ya kualahan juga. Banyak masyarakat yang minta bantuan kami. Tapi ya itu tadi, keuangan kami terbatas,” ungkap Sekretaris Yayasan Sambinoe, Cut Fatma Dahlia. Tak heran, kalau Sambinoe terus berusaha menggalang dananya, dengan pemikiran bahwa tak selamanya Sambinoe terus bergantung dari bantuan-bantuan. Harus ada usaha sendiri. Sambinoe pun membuka gallery kebutuahan sandang seperti gaun, tas, dan sepatu, di kantornya di bilangan Jalan T . Iskandar, Lambhuk, Banda Aceh, kendati dananya berasal dari kantung sang ketua.
Kiprah Sambinoe di bidang kesehatan ke desa-desa terpencil, belakangan relatif mudah, dengan hadirnya bantuan Fogo (perusahaan dari Korea), berupa satu unit ambulance yang berfungsi sebagai klinik, yang berfasilitas ruang operasi kecil plus ber-AC, tandu, dan obat-obatan.
Sambinoe yang anggota-anggotanya terdiri dari kumpulan aktivis dari berbagai organisasi, sejak berdiri tahun 2007 hingga kini lebih, memfokuskan diri untuk kemaslahatan ibu dan anak, terutama bidang kesehatan.
Pada awalnya bergerak di bidang sosial masyarakat, namun dalam perjalanannya turut berkiprah juga di bidang kesehatan, budaya, dan ekonomi.
Jangka panjang
Walau masih banyak tugas jangka pendek yang kurang lancer lantaran kendala dana, tapi Sambinoe tetap punya rencana jangka panjang yang menyangkut kegiatan ekonomi di Desa Maheng Kecamatan Cot Gli Aceh Besar.
Kalau Desa Maheng berhasil dibangun sesuai rencana, maka desa terpencil ini akan mengikuti jejak pembangunan kawasan Doitung di Thailand sana. Kendati organisasi Sambinoe ini tidak bekerja sendiri, tetapi kemajuan Desa Maheng juga menjadi impian Sambinoe. Sekali lagi, kalau berhasil, ini adalah kerja yang prestisius.
Berawal ketika dalam sebuah kesempatan, Darwati A Gani, mengunjungi Mae Fah Lung, sebuah yayasan Ibu Suri Thailand. Darwati sempat mengitari Doitung yang dulunya dikenal sebagai kawasan perkebunan opium, tapi kini menjadi kawasan produktif kopi.
Begitulah, sepuluh hari setelah pertemuan dengan kalangan Mae Fah Lung, mereka datang ke Aceh dan melihat langsung Maheng yang pinggiran dan miskin itu. Pucuk dicinta ulam tiba, melihat Maheng yang potensial, bersumber daya alam yang baik, tawaran kerjasama pun datang dari Mae Fah Lung.
Sejak saat itu Desa Maheng menjadi salah satu program jangka panjang Sambinoe, yang dikoordinatori orang Sambinoe sendiri, Suhaili dan Irfan bergerak di pertanian, peikanan, irigasi dan peternakan. Lewat sokongan dana dari Mae Fah Lung, Maheng rencananya bulan depan akan di-lounching sebagai desa proyek percontohan.
Hingga saat ini sudah ada sebuah waduk di Maheng, yang sudah ditabur bibit ikan. Ada lahan yang sudah ditanami kedelai, 200 ekor kambing mulai didistribusikan untuk dikembangbiakkan. Yang jelas Maheng ditargetkan untuk menjadi pusat enterprenuershipyang berfokus pada wisata ekonomi. Apalagi Maheng punya daya tarik keindahan alamnya. Suatu saat Maheng yang tak tersentuh pembangunan itu, akan memiliki imej baru, bukan sebagai penghasil ganja lagi. Yang pertama lega tentu Sambinoe dan Mae Fah Lung, dan selebihnya kita.
(nonlis dcp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar