02/01/09

ZAIDAR ZEN : SAYA TAK INGIN BERPANGKU TANGAN

Posted on Januari 1, 2009

Tabloid Seumangat :

Siang Kamis (13/11/08) lalu, Seumangat mengunjungi sebuah toko di pinggir Krueng Aceh kawasan Gampong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh. Toko sekitar 3,5 x 3,5 m berlantai keramik itu, ditunggui seorang perempuan, Zaidar Zen yang lebih akrab dengan nama Dar.

Sekelebat, toko mungil yang penuh dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari itu, memang bukan sesuatu yang wah, apalagi dikatakan super market. Namun sejarah berdirinya toko yang rencananya diberinama Mitra itu, sebenarnya patut kita teladani, terlebih oleh kaum ibu rumah tangga yang ingin melakukan sesuatu yang bisa menopang hidup, apatah lagi sebagai orang yang menjadi korban tsunami yang habis terkuras harta bendanya.

Seperti halnya Zaidar, kendati tsunami tak sampai merenggut suami dan tiga buah hatinya yang beranjak remaja, namun “luka” musibah itu sempat membuatnya tak nyaman. Setidak-tidaknya atas kepergian mereka yang ada hubungan famili dengannya. Zaidar sempat merasa tak betah sendirian di rumah. Rasanya ia ingin keluar, berjalan dan berjalan. Namun lambat laun hari-hari yang dilaluinya itu terasa terbuang mubazir dan mulai mengetuk hatinya untuk berbuat sesuatu. “Waktu itu saya mulai berpikir kalau ini tidak baik. Tidak ada gunanya. Saya tak boleh menganggur. Saya tak ingin berpangku tangan. Saya tak boleh hanya duduk-dukuk dan hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga, apalagi untuk mengelamun. Saya harus berbuat sesuatu,” ungkap Zaidar ketika ditanya bagaimana awalnya sampai Zaidar membuka toko. Suaminyapun, Maulisman Hanafiah, sudah pensiun kini. Jadi memang saat yang tepat untuk maju ikut menopang hidup. Semangat itu telah membakar Zaidar.

Dengan modal awal dari dana Taspen, Zaidar membangun toko. Kemudian mengisi toko dengan pinjaman dari bank, dan Koperasi Sepakat Gampong Jawa. Lantas bekerjasama dengan sebuah supplayer terkemuka, Zaidar mulai mengayuh “perahu” perjuangannya.

“Yang pertama saya pikirkan adalah bagaimana barang-barang dagangan saya cepat laku, supaya perputaran uang saya lancar. Caranya ya dengan tidak menjual barang dengan harga tinggi. Saya sengaja mengambil laba Rp 500-1.000 saja. Kalau dengan harga tinggi tentu susah lakuknay. Memang usaha tak maju pesat. Api saya lega. Karena walau dengan keuntungan kecil saya bisa bertahan dan belum pernah rugi,” beber Dar soal kiat usahanya yang meskipun hari-hari belakangan pengunjung tokonya tak seperti saat Ramdahan lalu.

Tapi yang penting baginya, ada rasa kedamaian ketika ia sudah bisa menyaport sekolah anak, dan dapur, yang ujung-ujungnya telah membantu meringankan tugas kepala rumah tangga. Lebih penting dari itu, keinginnya untuk tidak hanya diam, telah tersalurkan lewat tokonya yang sudah bisa membayar kredit bank Rp 2 juta/bulan itu. Tidak lagi harus memotong pensiun suami. Bagaimana dengan omsetnya per hari? “Ya adalah lakunya,” kata Dar merendah. Selebihnya, hikmah rohani baginya adalah mereguk ketenagan, kepuasan, dan tak mikir macam-macam. Kecuali keluarga, Zaidar terus berfokus pada tokonya. Malah sudah berpikir, hendak menambah materi usahanya dengan memanfaatkan situasi lingkungan usahanya yang kebetulan di pinggir sungai. Jenis barang apa yang akan ditambah dalam tokonya, Zaidar hanya tersenyum. “Nantilah kalau modalnya sudah cukup. Insyaallah kita bisa memperlengkap toko ini,” katanya.

(nonlis dcp)



Tidak ada komentar: