11/02/09

ASMARA : DARI PENGAJIAN KE KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

Tabloid Seumangat / 10 Februari 2009

Sejumlah warga Kelurahan Keramat, Lampulo, Lampineung, Kuta Alam, Berawe, Laksana,Lingke, Prada, Pango, Banda Aceh, mengenalnya sebagai Buk Asmara. Ada yang kenal karena dia menjadi instruktur pelatihan gender, pelatih paduan suara, konsultas pada TP PKK, kelompok pengajian, sebagai guru SMP yang sudah dua kali ke Istana Negara,sebagai aktivis di badan penyantun di PKK dan konsultan di Desa Lambaro Skep, sebagai guru pembimbing siswa berprestasi level Ibukota, atau sebagai trainer terbaik yang sempat magang di Kuala Lumpur.

Sementara di Desa Lambaro Skep, terutama warga Lorong Anggur, hampir tidak ada yang tak mengenalnya. Terlebih sebagai motor penggerak kaum perempuan untuk mandiri dan berpenghasilan sendiri. Di rumah, terutama oleh Ramlan, suaminya, Asmara dinilai sebagai perempuan yang tak capek-capek mengurus orang lain.

“Saya memang tak betah berdiam diri saja. Sejak di bangku sekolah saya memang sudah begitu. Anehnya saya merasa tak berguna jika tak bermanfaat bagi orang lain. Saya ingin perempuan itu menjadi sosok sakinah mawaddah warahmah, produktif, dan kreatif. Itulah sebabnya ketika tsunami datang dan para angota saya di KSM (Kelompok Swadaya Masyarkat) Phon-Na tinggal lima orang, yang waktu itu pergi entah kemana, saya tak bisa menunda langkah untuk merangkul kembali warga agar bergabung dalam pengajian yang pernah saya bentuk di tahun 2001. Saya ingin meneruskan lagi kegiatan bina pengajian ibu-ibu, bina pengajian remaja, dan bina pengajian anak-anak, ” ungkap Asmarawati (nama lengkap Asmara), kepada Seumangat, petang Kamis lalu.

Asmara sempat berpikir, waktu dia masih di tenda darurat tsunami dengan badan penuh luka, toh masih bisa mengajar. Kenapa setelah kembali ke lingkungan rumahnya yang rusak parah, ia tak berbuat? Seketika itu ia merasa harus bangkit, harus berjuang lagi, walau seorang diri memulainya dari nol.

Waktu itu, Asmara berprinsip bagainama caranya bisa membuat forum pengajian lagi.

Motivasinya yang paling utama adalah meningkatkan pendekatan kepada Allah swt, apalagi bagi korban tsunami. Selebihnya, ingin menjadikan perempuan produktif, kreatif, dan inovatif. Usai mengaji anggota pengajian baru boleh berkiprah sesuai bakatnya, menjahit atau membuat kueh, kerajinan tangan dan sebaginya.

Begtulah, KSM Phon-Na yang didirikan pada 21 Juni 2001 yang awalnya beranggota 12 orang dan setahun kemudian menjadi 25 orang, pada pascatsunami Asmara memulainya lagi dengan orang baru dan hingga sekarang sudah terdaftar 102 orang dan yang aktif 70 orang.

“Alhamdulillah dengan tetap mengedepankan pendekatan agama, KSM kami mulai berjalan. Memang dengan omset kecil. Tapi yang kecil itu sangat bermakna bagi saya. Anggota saya secara pribadi juga sudah ada yang mandiri dengan usaha membuat kue atau menjahit. Kami sekarang juga sudah punya koperasi simpan pinjam, walau maksimal pimjaman baru Rp 3 juta saja. Bisnis kecil-kecilan kami seperti penyewaan perangkat prasmanan lengkap, perangkat hantaran pengantin sudah berjalan dua tahun lebih. Meskipun tarif kami agak di bawah rata-rata, tapi usaha itu telah menambah uang kas kami,” papar Asmara dalam gurat wajah lega.

Sebagai orang yang haus kegiatan, Asmara yang sudah pembina tingkat Kecataman Kuta Alam, tak saja mengurus KSM-nya yang tetap mengundang Keuchik jika hendak bergiatan atau dalam rapat-rapatnya seperti laporan tahunan.

Untuk Desa Lambaro Skep, Asmara yang sudah duduk di badan penyantun TP PKK atau sebagai konsultan desa, masih tetap berkiprah. Misalnya mengontrol bimbingan belajar (SD-SMP) Lambaro Skep dalam seminggu tiga kali, menggerakkan senam lansia, bina keluarga balita, hingga menyelenggarakan wirid yasin.

Asmara yang aktif dan padat jadwal itu, bagaimana menjaga staminanya? Kiatnya, makan dan istirahat terjadwal, plus tak melupakan buah-buahan segar.

Di balik kegiatan (pernah didukung Oxpham dan Yayasan Mata Hari) yang diniatkannya sebagai ibadah itu, tentu ada yang menanggap miring. “Ad sih orang yang ku eh atau sirik aja. Orang-orang yang seperti itu memang sudah dari sononya begitu. Kalau mau ikut kami silakan dengan catatan harus berubah pola pikirnya. Tapi kalau tidak, kami tinggalkan saja. Lihatlah kami yang mau berbuat secara positif dan niat positif ,” kata Asmara dengan tak mengambil pusing kesan miring itu. Sebab nawaitunya adalah menolong dan memandirikan perempuan. Guru SMPN 2 yang kalau dari segi karir dan prestasi sudah layak jadi kasek ini, yakin, pengaruh positif yang ditebarkannya kepada anggotanya sudah menoreh manfaat bagi batin. Menurut dia, ketika bergabung di KSM-nya sedikitnya telah meminimalisir negative thinking, punya teman, hati tentram karena KSM Phon-Na mengutamakan forum pengajian, mandiri, mendapat ilmu, keterampilan, bisa minta tolong dengan sistem gotong royong.

Soal pemberdayaan perempuan di sektor informal melalui usaha produktif, peningkatan keterampilan, pemanfaatan lahan pekarangan, dan pengembangan demokrasi menuju masyarakat madani, itulah misi KSM Phon-Na. Visinya, terciptanya masyarakat (kaum perempuan) sektor informal yang kuat dan mandiri. Dengan pendekatan agama dan kebersamaan, Asmara yakin tujuan itu tercapai. Kini, dalam urusan pribadinya, ada dua perkara yang tak lagi dilakukan Asmara. Membuat kue jajanan dan catering. “Suami saya tak ingin saya terlalu capek. Pernah suatu kali saya harus menipunya dengan berura-pura istirahat. Begitu suami pergi, saya kembali bekerja. Ya mengurus administrasi KSM-lah, menerima warga yang mau sharing urusan pribadilah, yang minta tolong dicarikan order kuelah, membuat proposallah. Saya ini gak bisa diam soalnya. Sayang rasanya kalau waktu hanya untuk tidur., ” ungkap Asmara sambil berbisik. Kalaupun tak ada kegiatan di luar rumah, seperti mengajar, atau les di sekolah, Asmara ingin terus mengembangkan kelompok pengajiannya. Ia berharap bisa naik hajinya tahun depan.

(nonlis dcp)



Tidak ada komentar: