Tabloid Seumangat / 10 Februari 2009
Lahir, besar, dan dewasa di lingkungan yang kuat beragama, lalu memilih organisasi keagaamaan, dan lama berkiprah di organisasi politik yang berlandaskan agama, membuat Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, SE, lebih memilih bekerja dengan membangun kesadaran manusia dengan nilai-nilai islami. Baik ketika di lingkungannya sebagai Wakil Walikota Banda Aceh, maupun ketika menjalankan misi pembangunan yang melibatkan masyarakat.
Illiza mengakui bahwa membangun perilaku dan kesadaran bukan cara mudah dan instant. Tetap membutuhkan waktu, dan hasilnya tidak dinikmati sekarang. Tapi perubahannya akan terasa pada generasi datang. Itu sebabnya Illiza sangat sepakat bila mengubah perilaku masyarakat, lebih baik dengan cara membangun kesadarannya, sejak seseorang dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak usia dini sudah harus dibangun perilakunya secara bersyariat. Dengan membangun karakternya, pada akhirnya anak bahkan bisa menjadi agent of change bagi orangtuanya. “Sebut saja soal jilbab misalnya. Anak akan menegur ibunya yang takberjilbab, dan orangtua akan mengubah perilakunya untuk mau mengenakan jilbab, kendati karena malu dengan anaknya.” kata Illiza yang memandang syariat bukan hanya soal jilbab, khalwat, maisir, khamar.
Menurut istri Ir. Amir Ridha ini, bila membicarakan syariat boleh jadi kita juga membicarakan soal kebersihan. Anak juga akan menjadi agent of change. Ia akan bicara tetang pola hidup bersih dan sehat. Sebut saja, anak menegur orangtuanya yang membuang sampah di sembarang tempat, lalu dia memberi alasan kalau puntung itu susah terurai dan seterusnya. Begitu juga dengan syariat. Kita tidak bisa menahan arus globalisasi, tapi memperkuat benteng.
Untuk urusan khalwat atau khamar, kata Illiza, pihaknya telah bekerja secara lintas sektoral, dengan meminimalkan tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan khalwat, maisir, dan khamar. “Jadi cara kita bekerja sebenarnya membangun penyadaran kepada masyarakat. Sadar tidak sadarnya seseorang, juga tergantung pada orangnya. Karena kalau kita pukul pun belum tentu dia kapok. Kita sebenarnya bekerja lebih kepada langkah antisipatif.”
Mengembalikan adat dan adab
Illiza mengatakan, selama ini yang tampak kurang adalah adab dan adat. Dengan demikian adat istiadat akan dikembalikan seperti dulu. Pemko Banda Aceh dengan Majelis Adat Aceh telah mensyiarkan tentang adat. “Contoh barang peneuwoe (hantaran pengantin) yang sekarang serba transparan. Karena era transparansi maka semua barang bawaan sampai pakaian dalam nampak transparan. Sebenarnya Aceh punya adat istiadat yang luar biasa. Dulu, semua hantaran itu ditutup, melambangkan keikhlasan dan tanggung jawab suami. Sebaliknya istri membalas talam hantaran dengan kue-kue sebagai lambang kerjasama dalam rumah tangga. Sayangnya, sekarang keikhlasan itu berdampak negatif ketika kita mengikuti trend luar. Karena orang ketika niatnya memberikan sesuatu dengan keiikhlasan dengan dampak yang baik, tetapi sekarang ketika acara usai dan tetamu pulang, keihlasan itu menjadi fitnah. Misalnya dengan mengomentari miring barang peuneuwoe tadi. Ukurannya menjadi materi, bukan lagi keikhlasan, ” tandas Illiza.
Mengapa terjadi? Menurutnya, sebenarnya dulu funding father-nya sudah baik, tapi sekarang begitu mudah diubah. Ini disebabkan tidak adanya orang yang iqrak bismirabbikalladzi khalaq. Para orang tua tidak lagi berfikir tentang itu.
“Nah, sekarang tinggal bagaimana kita mengambil masa lalu yang baik itu, dan menerapkannya kembali. Inilah yang kita bangun di Banda Aceh sekarang. Memang kerjanya sulit karena kita dianggap cerewet dan membosankan. Tapi kita tak pernah bosan, karena ini bukan sekarang dampaknya. Orangtua bilang, ingatlah maka kita selamat.”
Program ini, merupakan program resmi dan tim sudah keliling di 10 desa, dan akan dilanjutkan ke 20 desa lagi. Program MAA yang didukung pemko Banda Aceh ini, juga merupakan syiar mengembalikan khasanah Aceh masa lalu, dan mendukung program Bandar Wisata Islami. Untuk itu Illiza berharap mudah-mudahan ajang pemilu legislatif April nanti akan berjalan lancar dan damai. Sebab suasana damai itulah yang
ditunggu para investor, lalu mereka datang ke Aceh menanamkan investasinya. Bisa jadi yang berkenaan langsung dengan Bandar Wisata Islami.
(nonlis dcp)
Lahir, besar, dan dewasa di lingkungan yang kuat beragama, lalu memilih organisasi keagaamaan, dan lama berkiprah di organisasi politik yang berlandaskan agama, membuat Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, SE, lebih memilih bekerja dengan membangun kesadaran manusia dengan nilai-nilai islami. Baik ketika di lingkungannya sebagai Wakil Walikota Banda Aceh, maupun ketika menjalankan misi pembangunan yang melibatkan masyarakat.
Illiza mengakui bahwa membangun perilaku dan kesadaran bukan cara mudah dan instant. Tetap membutuhkan waktu, dan hasilnya tidak dinikmati sekarang. Tapi perubahannya akan terasa pada generasi datang. Itu sebabnya Illiza sangat sepakat bila mengubah perilaku masyarakat, lebih baik dengan cara membangun kesadarannya, sejak seseorang dalam lingkungan keluarga, bahkan sejak usia dini sudah harus dibangun perilakunya secara bersyariat. Dengan membangun karakternya, pada akhirnya anak bahkan bisa menjadi agent of change bagi orangtuanya. “Sebut saja soal jilbab misalnya. Anak akan menegur ibunya yang takberjilbab, dan orangtua akan mengubah perilakunya untuk mau mengenakan jilbab, kendati karena malu dengan anaknya.” kata Illiza yang memandang syariat bukan hanya soal jilbab, khalwat, maisir, khamar.
Menurut istri Ir. Amir Ridha ini, bila membicarakan syariat boleh jadi kita juga membicarakan soal kebersihan. Anak juga akan menjadi agent of change. Ia akan bicara tetang pola hidup bersih dan sehat. Sebut saja, anak menegur orangtuanya yang membuang sampah di sembarang tempat, lalu dia memberi alasan kalau puntung itu susah terurai dan seterusnya. Begitu juga dengan syariat. Kita tidak bisa menahan arus globalisasi, tapi memperkuat benteng.
Untuk urusan khalwat atau khamar, kata Illiza, pihaknya telah bekerja secara lintas sektoral, dengan meminimalkan tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan khalwat, maisir, dan khamar. “Jadi cara kita bekerja sebenarnya membangun penyadaran kepada masyarakat. Sadar tidak sadarnya seseorang, juga tergantung pada orangnya. Karena kalau kita pukul pun belum tentu dia kapok. Kita sebenarnya bekerja lebih kepada langkah antisipatif.”
Mengembalikan adat dan adab
Illiza mengatakan, selama ini yang tampak kurang adalah adab dan adat. Dengan demikian adat istiadat akan dikembalikan seperti dulu. Pemko Banda Aceh dengan Majelis Adat Aceh telah mensyiarkan tentang adat. “Contoh barang peneuwoe (hantaran pengantin) yang sekarang serba transparan. Karena era transparansi maka semua barang bawaan sampai pakaian dalam nampak transparan. Sebenarnya Aceh punya adat istiadat yang luar biasa. Dulu, semua hantaran itu ditutup, melambangkan keikhlasan dan tanggung jawab suami. Sebaliknya istri membalas talam hantaran dengan kue-kue sebagai lambang kerjasama dalam rumah tangga. Sayangnya, sekarang keikhlasan itu berdampak negatif ketika kita mengikuti trend luar. Karena orang ketika niatnya memberikan sesuatu dengan keiikhlasan dengan dampak yang baik, tetapi sekarang ketika acara usai dan tetamu pulang, keihlasan itu menjadi fitnah. Misalnya dengan mengomentari miring barang peuneuwoe tadi. Ukurannya menjadi materi, bukan lagi keikhlasan, ” tandas Illiza.
Mengapa terjadi? Menurutnya, sebenarnya dulu funding father-nya sudah baik, tapi sekarang begitu mudah diubah. Ini disebabkan tidak adanya orang yang iqrak bismirabbikalladzi khalaq. Para orang tua tidak lagi berfikir tentang itu.
“Nah, sekarang tinggal bagaimana kita mengambil masa lalu yang baik itu, dan menerapkannya kembali. Inilah yang kita bangun di Banda Aceh sekarang. Memang kerjanya sulit karena kita dianggap cerewet dan membosankan. Tapi kita tak pernah bosan, karena ini bukan sekarang dampaknya. Orangtua bilang, ingatlah maka kita selamat.”
Program ini, merupakan program resmi dan tim sudah keliling di 10 desa, dan akan dilanjutkan ke 20 desa lagi. Program MAA yang didukung pemko Banda Aceh ini, juga merupakan syiar mengembalikan khasanah Aceh masa lalu, dan mendukung program Bandar Wisata Islami. Untuk itu Illiza berharap mudah-mudahan ajang pemilu legislatif April nanti akan berjalan lancar dan damai. Sebab suasana damai itulah yang
ditunggu para investor, lalu mereka datang ke Aceh menanamkan investasinya. Bisa jadi yang berkenaan langsung dengan Bandar Wisata Islami.
(nonlis dcp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar