Tabloid Seumangat / Ed, 47 / 15 April 2009
Mengadvokasi kebijakan yang berperspektif gender, memberi penguatan partisipasi politik perempuan, dan pendampingan hak-hak perempuan, serta tegaknya hak-hak perempuan berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan, itulah misi Mitra Sejati Perempuan Indonesia (MiSPI). Tak heran bila bulan-bulan menjelang Pemilu 9 April 2009, load kerja Mispi meningkat.
Menurut Direktur Eksekutif MiSPI, Syarifah Rahmatillah, untuk tahun 2008 sampai 2009, kegiatan MiSPI lebih difokuskan pada penguatan perempuan. Sebab langkah yang tergarap antara MiSPI dengan The Asia Foundation, Norwegian Embassy, dan The British Embassy tersebut, adalah potensial untuk Pemilu 2009 di Nanggroe Aceh Darussalam.
Syarifah mengatakan, UU Pemilu dan UU Partai Politik mengesahkan bahwa setiap partai politik wajib mencalonkan 30% perempuan sebagai anggota legislatif. Ada desakan kuat terutama dari gerakan perempuan yang tersebar pada berbagai institusi maupun organisasi masyarakat, untuk melakukan tindakan afirmatif action bagi para calon legislatif perempuan. Sehingga hasil akhirnya adanya peningkatan jumlah legislatif perempuan yang berkualitas di parlemen pusat dan daerah.
“Dengan pertimbangan itulah, beberapa waktu lalu kami telah mempersiapkan secara matang para calon anggota legislatif. Lebih khusus lagi bagi calon legislatif perempuan yang maju dalam Pemilu 9 April lalu,” kata Syarifah.
Bekerjasama dengan Hivos, World Bank dan American Jewish World Service , MiSPI juga melakukan pendampingan hak-hak perempuan di Aceh. Pertimbangannya, bahwa proses rehabilitasi dan rekontruksi telah membawa perubahan besar di Aceh. Menurut Syarifah hal ini didorong oleh adanya bantuan dari berbagai pihak, termasuk NGO lokal maupun NGO asing yang telah memberikan kontribusi dalam pemulihan Aceh.
“Tapi jangan salah. Pemerintah dan rakyat Aceh di provinsi ini, menghadapi persoalan sangat kompleks dalam bidang hukum, terutama yang berhubungan dengan persoalan perempuan. Meskipun proses rehabilitasi dan rekonstruksi hampir empat tahun berlalu, namun persoalan hukum belum dapat diselesaikan secara maksimal. Terlebih dari data yang menggambarkan betapa pascatsunami 2004 peningkatan korban kekerasan terhadap perempuan semakin tinggi,” ungkapnya
Akhirnya MiSPI mentraining para legal untuk mendampingi masalah-masalah hukum yang dihadapi perempuan. Selanjutnya para legal tersebut juga melakukan pertemuan dan diskusi-diskusi guna mensosialisasikan berbagai informasi hukum. Dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap perempuan, hampir seluruhnya perlu didampingi, baik secara litigasi dan nonlitigasi, bahkan sampai ke tingkat persidangan di pengadilan.
Begitu pun tiga puluh lima hari lalu, MiSPI juga menggelar training saksi bagi caleg perempuan.se-Aceh. Tentu saja dengan tujuan agar adanya saksi pribadi bagi calon legislatif perempuan dalam pengamanan suara di tempat pemungutan suara pada Pemilu 9 April lalu.. Well, organisasai kelahiran Banda Aceh, 20 Agustus 1998 ini, tidak berhenti setelah kerja untuk Pemilu lalu. Sebab tegaknya hak-hak perempuan berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan, sudah terpancang sebagai visinya. Longok saja kiprah NGO lokal ini lewat http://perempuanaceh.blogspot.com, maka ketahuanlah sepak terjang MiSPI.
(nonlis dcp)
Mengadvokasi kebijakan yang berperspektif gender, memberi penguatan partisipasi politik perempuan, dan pendampingan hak-hak perempuan, serta tegaknya hak-hak perempuan berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan, itulah misi Mitra Sejati Perempuan Indonesia (MiSPI). Tak heran bila bulan-bulan menjelang Pemilu 9 April 2009, load kerja Mispi meningkat.
Menurut Direktur Eksekutif MiSPI, Syarifah Rahmatillah, untuk tahun 2008 sampai 2009, kegiatan MiSPI lebih difokuskan pada penguatan perempuan. Sebab langkah yang tergarap antara MiSPI dengan The Asia Foundation, Norwegian Embassy, dan The British Embassy tersebut, adalah potensial untuk Pemilu 2009 di Nanggroe Aceh Darussalam.
Syarifah mengatakan, UU Pemilu dan UU Partai Politik mengesahkan bahwa setiap partai politik wajib mencalonkan 30% perempuan sebagai anggota legislatif. Ada desakan kuat terutama dari gerakan perempuan yang tersebar pada berbagai institusi maupun organisasi masyarakat, untuk melakukan tindakan afirmatif action bagi para calon legislatif perempuan. Sehingga hasil akhirnya adanya peningkatan jumlah legislatif perempuan yang berkualitas di parlemen pusat dan daerah.
“Dengan pertimbangan itulah, beberapa waktu lalu kami telah mempersiapkan secara matang para calon anggota legislatif. Lebih khusus lagi bagi calon legislatif perempuan yang maju dalam Pemilu 9 April lalu,” kata Syarifah.
Bekerjasama dengan Hivos, World Bank dan American Jewish World Service , MiSPI juga melakukan pendampingan hak-hak perempuan di Aceh. Pertimbangannya, bahwa proses rehabilitasi dan rekontruksi telah membawa perubahan besar di Aceh. Menurut Syarifah hal ini didorong oleh adanya bantuan dari berbagai pihak, termasuk NGO lokal maupun NGO asing yang telah memberikan kontribusi dalam pemulihan Aceh.
“Tapi jangan salah. Pemerintah dan rakyat Aceh di provinsi ini, menghadapi persoalan sangat kompleks dalam bidang hukum, terutama yang berhubungan dengan persoalan perempuan. Meskipun proses rehabilitasi dan rekonstruksi hampir empat tahun berlalu, namun persoalan hukum belum dapat diselesaikan secara maksimal. Terlebih dari data yang menggambarkan betapa pascatsunami 2004 peningkatan korban kekerasan terhadap perempuan semakin tinggi,” ungkapnya
Akhirnya MiSPI mentraining para legal untuk mendampingi masalah-masalah hukum yang dihadapi perempuan. Selanjutnya para legal tersebut juga melakukan pertemuan dan diskusi-diskusi guna mensosialisasikan berbagai informasi hukum. Dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap perempuan, hampir seluruhnya perlu didampingi, baik secara litigasi dan nonlitigasi, bahkan sampai ke tingkat persidangan di pengadilan.
Begitu pun tiga puluh lima hari lalu, MiSPI juga menggelar training saksi bagi caleg perempuan.se-Aceh. Tentu saja dengan tujuan agar adanya saksi pribadi bagi calon legislatif perempuan dalam pengamanan suara di tempat pemungutan suara pada Pemilu 9 April lalu.. Well, organisasai kelahiran Banda Aceh, 20 Agustus 1998 ini, tidak berhenti setelah kerja untuk Pemilu lalu. Sebab tegaknya hak-hak perempuan berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan, sudah terpancang sebagai visinya. Longok saja kiprah NGO lokal ini lewat http://perempuanaceh.blogspot.com, maka ketahuanlah sepak terjang MiSPI.
(nonlis dcp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar