08/04/09

TITI MARJADI YANG MEMENEJ HOBI JADI PROFESI

Tabloid Seumangat. 2009

Alumni Fakultas Ekonomi EKP Unsyiah angkatan 1999 ini, memang punya hobbi berbelanja. Itu dilakukannya saban kali berpergian ke suatu daerah. Namun tidak seperti kebanyakan perempuan, hobbi belanjanya itu disalurkannya menjadi kegiatan positif yang bisa menyokong kebutuhan rumahtangga.

“Yah daripada pulang dengan tangan kosong, kan lebih baik membawa kembali sesuatu untuk dijual agar kita dapat sedikit laba,” kata Tati Maryadi yang pada awal-awal tsunami berusaha mengisi peluang pasar pakaian, kendati pada mulanya ia tak mujur. Usaha penjualan pakaiannya kurang maju, dan ia harus puas dengan keuntungan kecil. Namun Tati tetap menekuni usaha yang mulai dirintisnya sejak tahun 2005 itu.

Ibunda dari Tamam (4) dan Atha (1) inipun berusaha mengajak para kenalan untuk berbelanja ke tokonya. Tati sengaja membuka toko pakaian khusus anak baru gede (ABG),yang ia yakini sebagai pangsa yang gemar mengikuti perkembangan mode, walau tati sedikit repot untuk belanja pakaian baru tiap bulan. Hasilnya, pelan tapi pasti kini Tati punya dua toko pakaian di komplek Shopping Centre Banda Aceh.

Obsesi terjun ke dunia bisnis penjualan itu, muncul ketika Tati menyadari banyak orang yang berbisnis apa saja di Banda Aceh pascatsunami. Apalagi saat itu masih sedikit orang yang berbisnis atau belum banyak pebisnis yang korban tsunami untuk

Bangkit berusaha lagi.

Dengan perjalanan waktu, Tati yang ber-background sebagai seorang sales salah satu koran di Aceh, dengan merangkul semua kliennya, termasuk orang-orang kantoran sang suami, dia mulai melirik usaha lain. Tak sia-sia modal awalnya yang hanya Rp 50 juta (sudah termasuk sewa toko). Toh akhirnya bisa membiayai usaha papan bunga di Jln Darma Kelurahan Laksana, Kecamatan Kuta Alam, sejak tahun 2007. Sebuah usaha

yang sekarang sudah menjadi kebutuhan sebagian orang untuk mengapresiasi perasaannya kepada orang lain, semisal ucapan selamat, dan lain-lain.

Tadinya Tati memang hanya menolong teman-temannya yang berbisnis papan bunga. Setiap ada klien untuk urusan sales dan memintanya mencarikan pengusaha papan bunga, Tati meneruskannya kepada usaha teman-temannya tanpa memungut “rupiah terima kasih”. Tetapi Tati diam-diam ingin pula melakukan hal yang sama. Dia bisnis papan bunga juga akhirnya.

Dalam bisnis papan bunga, Tati merasa ada warna lain yang menantangnya. Apalagi kalau bukan soal persaingan. Tati tak sekali mengalami guntingan oleh pengusaha papan bunga yang lain, dengan cara menyalip harga, bahkan dengan mematok harga sangat miring, hingga langganannya lari ke pengusaha lain.

Itu sebabnya Tati sangat ingin ada orang yang mau membuat persatuan/perhimpunan pengusaha papan bunga, atau apalah namanya. Tentu saja agar ada kesepakatan dalam memasang tarif, supaya tumbuh persaingan sehat dalam mencari pelanggan atau pemesan.

Walau begitu, di balik persaingan tidak sehat yang dialaminya itu, Tati tetap percaya,bahwa rezeki memanglah sudah diatur oleh Sang Khaliq. Rezeki tak kan kemana, kata pepatah. Tati merasa tak harus berjengkel hati habis-habisan. Yang jelas bagi Tati, usaha papan bunga, sangat menjanjikan, apalagi membantu membuka lapangan kerja bagi tetangga sekitar kediamannya di Desa Ie Masen Ulee Kareng. Tugas mereka, mulaimenusuk-nusuk bunga hingga menghias papan. Saat ini Tati memiliki 10 orang tenaga kerja di tempat usaha papan bunganya. Siapakah orang di belakang “layar” usaha Tati? “Suami sayalah yang paling banyak membantu, mendorong semangat saya, dan mengerti saya” ungkapnya kepada Seumangat, sore Rabu lalu.

(nonlis dcp)



Tidak ada komentar: